Anda tentu familiar dengan istilah Brand Storytelling, data mining ataupun data storytelling. Ketiga istilah tersebut belakangan sangat populer bersamaan dengan trend isu big data dan startup teknologi digital. Istilah data storytelling muncul berbarengan dengan istilah data visualization yang dilihat sebagai metode pengemasan data menjadi menarik.
Tapi berbeda dengan pemahaman publik, data storytelling sebenarnya sangat berbeda dengan data visualization. Data storytelling bukanlah visualisasi data dalam chart atau grafis, bukan juga laporan analytics pada dashboard, terlebih lagi sisipan data yang anda selipkan dalam presentasi powerpoint anda. Semua yang saya sebutkan tadi hanyalah bagian luar dari data storytelling, karena data storytelling adalah kombinasi kompleks antara pengetahuan tentang data dan teknik komunikasi. Data storytelling berarti narasi yang dibuat tentang sekumpulan data atau berdasarkan kumpulan data untuk mengkomunikasikan pesan.
Istilah data pada umumnya lebih merujuk pada data kuantitatif (angka, ukuran, rentang) ketimbang kualitatif (catatan, foto, wawancara ). Istilah ini juga tidak hanya menuntut ketepatan angka tapi juga ketepatan metode pengumpulan data. Terkesan menyeramkan bukan, tentu saja. Tapi coba bayangkan lagi, Seorang analis dan ahli statistik memang sangat hebat dalam teknik pengumpulan dan penyajian data, tapi belum tentu jika mereka harus mengkomunikasikannya juga, lihat saja data BPS. Sebaliknya, seorang marketing atau PR mampu memahami kebutuhan informasi audience, namun belum tentu mampu memilah data statistik.
Selama 5 tahun ini, Poligrabs telah mengerjakan lebih dari 10 project data storytelling dan mentansformasikannya menjadi berbagai produk desain seperti buku laporan, infografis, presentasi hingga motion graphic. Berdasarkan pengalaman kami, kerumitan utama dalam data storytelling dimulai dari pemilahan data dan pembatasan data yang akan ditampilkan, baru kemudian kesesuaian visualisasi. Oleh karena itu, baik analis ataupun ahli komunikasi perlu memerhatikan 4 poin ini untuk mempraktekkan data storytelling.
Subjek, sebelum memulai narasi data kita harus menentukan relevansi data dengan audiens yang kita tuju, pastikan kita menyajikan data yang memiliki nilai informasi bagi audience.
Sumber, setelah menentukan subjek, kita perlu melakukan validasi sumber karena berbeda dengan storytelling pada umumnya, data storytelling dibuat untuk meningkatkan kepercayaan audiens. Maka kita harus memberikan sumber yang solid, penting dan tidak bias.
Senang, ketika narasi ditulis kita perlu mempertimbangkan plot yang menarik dan secara emosional memenuhi kebutuhan audience.
Simple, yang ini tentang desain. Jangan lupa bahwa visualisasi data digunakan agar data lebih mudah dipahami, maka pastikan visualisasi tidak memperumit penyampaian data dan mampu menyederhanakan data.
Data storytelling memang tidak mudah, tapi tidak ada salahnya anda mencoba dan jangan terburu-buru mengklaim keberhasilan. Dalam prakteknya anda dapat meminta tim anda untuk membantu menggali cerita dari data yang anda miliki melalui insight yang dihasilkan dari brainstorming bersama. Tentunya anda perlu membekali diri anda dangan pengetahuan dasar mengenai data/statistik dan penulisan kreatif untuk menghasilkan data storytelling yang baik. Dengan begitu, anda dapat memanfaatkan data yang anda punya untuk meningkatkan kepercayaan audience anda secara rasional dengan kemasan yang menarik.
Simak artikel-artikel kami terkait teknik visualisasi data di tautan ini dan struktur plot presentasi yang efektif di tautan ini.
Comments