Beberapa bulan terakhir saya memfokuskan diri untuk mempelajari ragam inovasi perkembangan kecerdasan buatan /artificial intellegence/AI yang semakin gencar dikembangkan oleh berbagai perusahaan teknologi. Salah satu pengembang yang cukup menarik adalah OpenAI yang mengembangkan beragam kecerdasan buatan berbasis data teks dan gambar. Salah satu pengembangan Open AI yang paling terkenal di kalangan Desainer grafis saat ini adalah Dall-e yang membuat desainer dan para pekerja kreatif cemas oleh disrupsinya.
Seiring dengan pengembangan teknologi dan riset yang semakin massif mengenai kecerdasan buatan, ketakutan akan disrupsi kecerdasan buatan tidak hanya menimpa para Desainer grafis namun mulai merambah ke profesi lain. Salah satu ancaman yang baru disadari adalah disrupsi bagi para penulis atau Copywriter melalui copy.ai yang tidak hanya mampu menulis hanya dengan kata kunci, tapi juga dapat melakukan parafrase bedasarkan karakter tulisan yang diinginkan. Kini, OpenAI juga mengembangkan kecerdasan buatan yang mampu menyusun cerita secara komprehensif dan menjawab pertanyaan acak kita dengan jawaban yang lebih interaktif ketimbang google search.
Pada artikel ini, saya mencoba untuk menghadirkan dialog saya dengan kecerdasan buatan dari OpenAI tentang tema yang khas indonesia, tema mistik tentunya. Saya mencoba untuk mencari tahu apa yang kecerdasan buatan ini ketahui tentang Kuntilanak, karakter hantu yang sangat populer di Indonesia. Pada dialog ini juga saya mencoba mengamati komprehensi pengetahuan kecerdasan buatan tentang tema ini.
Percobaan berdialog dengan Kecerdasan Buatan
Apa itu Kuntilanak?
Kuntilanak adalah sejenis hantu atau makhluk halus dalam cerita rakyat Indonesia. Dikatakan sebagai hantu wanita yang meninggal saat melahirkan, dan sering digambarkan sebagai roh pendendam dan jahat. Dalam banyak cerita, kuntilanak digambarkan sebagai wanita dengan rambut panjang tergerai dan berbaju putih, serta sering dikaitkan dengan suara tangisan bayi. Dalam budaya Indonesia, kuntilanak dipercaya menghantui tempat-tempat yang ditinggalkan atau terpencil, seperti rumah tua atau bangunan yang ditinggalkan. Dikatakan dapat berwujud manusia, dan dapat dikenali dari suara dan penampilannya yang khas. Banyak orang percaya bahwa kuntilanak adalah roh berbahaya yang harus dihindari dengan segala cara. Dalam budaya populer, kuntilanak banyak ditampilkan dalam film horor dan acara televisi, di mana kuntilanak sering digambarkan sebagai makhluk yang menakutkan dan menakutkan. Meskipun demikian, banyak orang di Indonesia yang masih mempercayai keberadaan kuntilanak dan makhluk gaib lainnya, dan sering mencari perlindungan dari mereka melalui berbagai ritual dan praktik. (OpenAI)
Apakah ada cerita rakyat yang mirip dengan Kuntilanak di Negara lain selain Indonesia?
Ya, ada banyak tradisi cerita rakyat hantu di negara lain yang mirip dengan kuntilanak. Misalnya, di Jepang, ada legenda onryō, yaitu hantu pendendam yang konon menghantui orang yang telah berbuat salah dalam hidupnya. Di Tiongkok, ada legenda roh rubah, yaitu hantu nakal dan licik yang konon berwujud rubah. Di Filipina, ada legenda manananggal, yaitu roh vampir yang konon memiliki kemampuan untuk melepaskan tubuh bagian atas dari tubuh bagian bawah. Di Thailand, ada legenda krasue, yaitu roh hantu dengan kepala melayang dan isi perut yang konon menghantui malam. Ini hanyalah beberapa contoh tradisi cerita rakyat hantu dari negara lain yang mirip dengan kuntilanak. Dalam banyak budaya di seluruh dunia, ada cerita dan legenda tentang roh dan hantu yang dikatakan menghantui orang yang masih hidup dan menyakiti mereka. Tradisi-tradisi ini sering mencerminkan kepercayaan, ketakutan, dan takhayul dari budaya asal mereka, dan dapat memberikan wawasan tentang cara orang mencoba memahami hal-hal supernatural. (OpenAI)
Benarkah cerita Kuntilanak merepresentasikan penindasan terhadap perempuan?
Sulit untuk mengatakan secara pasti apakah cerita rakyat kuntilanak merepresentasikan penindasan terhadap perempuan. Legenda kuntilanak adalah legenda lama, dan interpretasi makna dan signifikansinya dapat berubah seiring waktu. Dalam banyak cerita, kuntilanak digambarkan sebagai roh pendendam dan jahat, yang mungkin dilihat sebagian orang sebagai cerminan pandangan masyarakat tentang perempuan sebagai pemarah dan berbahaya. Selain itu, fakta bahwa kuntilanak sering dikaitkan dengan kematian seorang wanita saat melahirkan dapat dilihat sebagai cerminan dari perlakuan historis yang tidak setara terhadap wanita di banyak kebudayaan. Namun, penting juga untuk diingat bahwa cerita rakyat dan legenda seringkali memiliki multitafsir dan makna. Beberapa orang mungkin melihat legenda kuntilanak sebagai kisah peringatan tentang bahaya mengabaikan orang mati, atau sebagai cerminan dari ketakutan dan ketidakpastian yang dirasakan banyak orang saat menghadapi kematian dan hal yang tidak diketahui. Makna dan makna cerita rakyat kuntilanak pada akhirnya akan tergantung pada sudut pandang masing-masing orang yang menafsirkannya. (OpenAI)
Hasil dialog dengan kecerdasan buatan
Dialog di atas menunjukkan bahwa kecerdasan buatan dengan data yang bersumber dari model bahasa dan dilatih oleh OpenAI telah mampu memberikan informasi yang cukup komprehensif tentang berbagai topik berdasarkan teks pertanyaan yang diajukan. Kecerdasan buatan ini juga mampu memberikan informasi tentang legenda kuntilanak dengan menggunakan pengetahuannya tentang cerita rakyat Indonesia dan kemampuannya untuk memahami dan menanggapi data dalam bahasa asal (dalam hal ini, bahasa indonesia-pen). Sehingga, Ia mampu memberikan gambaran singkat tentang legenda tersebut, serta beberapa detail tentang ciri-ciri dan penampilan Kuntilanak. Selain itu, pertanyaan lanjutan pun mampu dijawab dengan memberikan informasi tambahan, seperti kesamaan kuntilanak dengan tradisi cerita hantu lain di negara lain.
Sebagai tambahan untuk membuat para pekerja kreatif semakin gelisah, artikel ini juga dibuat dengan bantuan google translate untuk mempercepat pekerjaan dan Dall-e image generator untuk menghasilkan ilustrasi yang sesuai dengan tema atau premis pada artikel. Sehingga, dapat dikatakan bahwa artikel ini ditulis dengan lebih dari 50% bantuan kecerdasan buatan, mulai dari tema, penulisan, penerjemahan, hingga ilustrasi. Pertanyaan krusial bagi kita saat ini adalah, bagaimana kita menandingi kecerdasan buatan yang semakin canggih atau sekedar mampu memanfaatkannya, agar kita sebagai manusia mampu untuk tetap hadir dan tidak kehilangan peran yang mulai digeser oleh kecerdasan buatan.
Comments